(Anggitanipun R.Ng. Rangga Warsita, Pujangga Agung Nagari Surakarta abad XVII)
1.
Mangkya darajating praja
Kawuryan wus sunyaruri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Saat ini keadaan negara,
Telah kian merosot.
Rusak sudah ketatanegaraan
Tak ada lagi yang dapat diteladani.
Banyak yang meninggalkan aturan kesusilaan.
Para cendekiawan terbawa
Arus Kala Tidha (jaman penuh keragu-raguan).
Suasananya sangat mencekam.
Karena dunia penuh dengan keruwetan.
2.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Rajanya termasuk raja terkemuka,
Wakilnya juga hebat,
Semua Menteri hatinya baik,
Pemuka-pemuka masyarakat baik,
Namun semua itu tak mendatangkan kebaikan.
Karena pengaruh jaman Kala Bendu (jaman hukuman)
Bahkan keruwetan kain menjadi-jadi.
Orang senegara lain - lain pikiran dan maksudnya.
3.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Sangat menyayat tangisnya
Ki Pujangga yang telah tua,
Hatinya sangat sedih
Mendapat hinaan dan malu,
Akibat perbuatan mata-mata.
Tampaknya orang tersebut
Memberi harapan menghibur
Menimbulkan pamrih (untuk) memperoleh sesuatu
Hati Sang Pujangga begitu gembiranya hingga tak waspada.
4.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Karena terlau percaya kabar angin
Yang berisi kata-kata manis.
Akan dilantik sebagai pemuka/pejabat
Akhirnya bahkan tak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya bila direnungkan,
Apa gunanya menjadi pemuka/pejabat ?
Hanya akan menumpuk kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri,
Hasilnya tak lain hanyalah kerepotan.
5.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Dalam buku Panitisastra (ahli sastra),
Sudah ada pelajaran dan peringatan.
Dalam jaman penuh keruwetan dan kebatilan ini,
Orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita teliliti.
Apa gunanya percaya kabar angin
Akibatnya hanya akan membuat sedih.
Lebih baik menekuni karya-karya kisah jaman dahulu
6.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
(Kisah lama ini) dapat dipakai sebagai cermin,
Sebagai perbandingan hal yang salah dan yang benar.
Sebenarnya banyak sekali
Kisah-kisah lama yang menjadi contoh,
Tentang kehidupan yang menjadi sarana ketemunya “Nrima/ikhlas”
Menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Semua itu karena mengalami kejadian yang aneh-aneh.
6.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup did alam jaman edan,
memang menyulitkan hati.
Bila mengikuti tak sampai hati,
Namun kalau tidak mengikuti menjalani
tidak kebagian apapun.
Akhirnya menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Allah.
Bagaimanapun beruntungya orang yang lupa
lebih beruntung orang yang senantiasa ingat dan waspada.
7.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya
dikarenakan keinginan hati.
Betul bukan saudara ?
Benar yang beranggapan demikian.
Namun di dalam hati
sebenarnya repot juga.
Sekarang sudah tua apa pula yang dicari.
Lebih baik merenung dalam sepi
agar mendapat ampunan dari Tuhan.
8.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat.
Mendapat rahmat Tuhan.
Bagaimanapun sialnya .
Tanpa perlu bersusah payah selalu berhasil
tiba-tiba mendapat anugerah
Tuhan memberi pertolongan
Melalui sesama manusia
Berujud pemberian apapun
Namun demikian masih tekun berikhtiar.
9.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilakukan.
Hanya membuat kesenangan
asalkan tidak menimbulkan persoalan.
karena menurut kisah masalalu
Ikhtiar situ sesungguhnya,
Memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan upaya
selalu waspada dan ingat
dengan sungguh-sungguh agar mendapat rahmat Tuhan.
10.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah,
Yang bersifat murah dan asih,
Semoga memberi pertolongan
Keadaan hidup hamba
Pada saat menjdekati akhir ini.
Kini hamba telah lanjut usia,
Akhirnya nanti bagaimana
Semoga ada pertolonganMU.
11.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGO saWARga meSI marTOyo
Semoga kami bisa sabar dan kuat,
Seakan mati dalam hidup.
Lepas dari segala keruwetan
Keangkaramurkaan menjauh.
Biarkanlah kami hanya memohon karuniaMU
Terlepas dari segala dosa
Mendapat ampunan sekedarnya.
Kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
(Kaalihbasa ing wetan Kutaraja, dening isyana dewa, 12 april 2011)
1.
Mangkya darajating praja
Kawuryan wus sunyaruri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Saat ini keadaan negara,
Telah kian merosot.
Rusak sudah ketatanegaraan
Tak ada lagi yang dapat diteladani.
Banyak yang meninggalkan aturan kesusilaan.
Para cendekiawan terbawa
Arus Kala Tidha (jaman penuh keragu-raguan).
Suasananya sangat mencekam.
Karena dunia penuh dengan keruwetan.
2.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Rajanya termasuk raja terkemuka,
Wakilnya juga hebat,
Semua Menteri hatinya baik,
Pemuka-pemuka masyarakat baik,
Namun semua itu tak mendatangkan kebaikan.
Karena pengaruh jaman Kala Bendu (jaman hukuman)
Bahkan keruwetan kain menjadi-jadi.
Orang senegara lain - lain pikiran dan maksudnya.
3.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Sangat menyayat tangisnya
Ki Pujangga yang telah tua,
Hatinya sangat sedih
Mendapat hinaan dan malu,
Akibat perbuatan mata-mata.
Tampaknya orang tersebut
Memberi harapan menghibur
Menimbulkan pamrih (untuk) memperoleh sesuatu
Hati Sang Pujangga begitu gembiranya hingga tak waspada.
4.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Karena terlau percaya kabar angin
Yang berisi kata-kata manis.
Akan dilantik sebagai pemuka/pejabat
Akhirnya bahkan tak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya bila direnungkan,
Apa gunanya menjadi pemuka/pejabat ?
Hanya akan menumpuk kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri,
Hasilnya tak lain hanyalah kerepotan.
5.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Dalam buku Panitisastra (ahli sastra),
Sudah ada pelajaran dan peringatan.
Dalam jaman penuh keruwetan dan kebatilan ini,
Orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita teliliti.
Apa gunanya percaya kabar angin
Akibatnya hanya akan membuat sedih.
Lebih baik menekuni karya-karya kisah jaman dahulu
6.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
(Kisah lama ini) dapat dipakai sebagai cermin,
Sebagai perbandingan hal yang salah dan yang benar.
Sebenarnya banyak sekali
Kisah-kisah lama yang menjadi contoh,
Tentang kehidupan yang menjadi sarana ketemunya “Nrima/ikhlas”
Menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Semua itu karena mengalami kejadian yang aneh-aneh.
6.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup did alam jaman edan,
memang menyulitkan hati.
Bila mengikuti tak sampai hati,
Namun kalau tidak mengikuti menjalani
tidak kebagian apapun.
Akhirnya menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Allah.
Bagaimanapun beruntungya orang yang lupa
lebih beruntung orang yang senantiasa ingat dan waspada.
7.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya
dikarenakan keinginan hati.
Betul bukan saudara ?
Benar yang beranggapan demikian.
Namun di dalam hati
sebenarnya repot juga.
Sekarang sudah tua apa pula yang dicari.
Lebih baik merenung dalam sepi
agar mendapat ampunan dari Tuhan.
8.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat.
Mendapat rahmat Tuhan.
Bagaimanapun sialnya .
Tanpa perlu bersusah payah selalu berhasil
tiba-tiba mendapat anugerah
Tuhan memberi pertolongan
Melalui sesama manusia
Berujud pemberian apapun
Namun demikian masih tekun berikhtiar.
9.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilakukan.
Hanya membuat kesenangan
asalkan tidak menimbulkan persoalan.
karena menurut kisah masalalu
Ikhtiar situ sesungguhnya,
Memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan upaya
selalu waspada dan ingat
dengan sungguh-sungguh agar mendapat rahmat Tuhan.
10.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah,
Yang bersifat murah dan asih,
Semoga memberi pertolongan
Keadaan hidup hamba
Pada saat menjdekati akhir ini.
Kini hamba telah lanjut usia,
Akhirnya nanti bagaimana
Semoga ada pertolonganMU.
11.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGO saWARga meSI marTOyo
Semoga kami bisa sabar dan kuat,
Seakan mati dalam hidup.
Lepas dari segala keruwetan
Keangkaramurkaan menjauh.
Biarkanlah kami hanya memohon karuniaMU
Terlepas dari segala dosa
Mendapat ampunan sekedarnya.
Kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
(Kaalihbasa ing wetan Kutaraja, dening isyana dewa, 12 april 2011)
